RESUM MATEMATIKA KLS 11 SEM.2
BAB 7
STATISTIKA
1.
Rumus Rataan Hitung (Mean)
Rata-rata hitung dihitung dengan cara membagi jumlah nilai data dengan banyaknya data. Rata-rata hitung bisa juga disebut mean.
Rata-rata hitung dihitung dengan cara membagi jumlah nilai data dengan banyaknya data. Rata-rata hitung bisa juga disebut mean.
a)
Rumus Rataan Hitung dari Data Tunggal

b)
Rumus Rataan Hitung Untuk Data yang Disajikan Dalam Distribusi Frekuensi

Dengan : fixi = frekuensi untuk nilai xi yang bersesuaian
xi = data ke-i
c)
Rumus Rataan Hitung Gabungan

a.
Data yang belum dikelompokkan
Modus
dari data yang belum dikelompokkan adalah ukuran yang memiliki frekuensi
tertinggi. Modus dilambangkan mo.
b. Data yang telah dikelompokkan
b. Data yang telah dikelompokkan
Rumus
Modus dari data yang telah dikelompokkan dihitung dengan rumus:

Dengan : Mo = Modus
L = Tepi bawah kelas yang memiliki frekuensi tertinggi (kelas modus) i = Interval kelas
b1 = Frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi kelas interval terdekat sebelumnya
b2 = frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi kelas interval terdekat sesudahnya
a)
Data yang belum dikelompokkan
Untuk
mencari median, data harus dikelompokan terlebih dahulu dari yang terkecil
sampai yang terbesar.

b)
Data yang Dikelompokkan

Dengan : Qj = Kuartil ke-j
j = 1, 2, 3
i = Interval kelas
Lj = Tepi bawah kelas Qj
fk = Frekuensi kumulatif sebelum kelas Qj
f = Frekuensi kelas Qj
n = Banyak data
4.
Rumus Jangkauan ( J )
Selisih
antara nilai data terbesar dengan nilai data terkecil.

5. Rumus Simpangan Quartil


Diketahui
sekumpulan data kuantitatif yang tidak dikelompokkan dan dinyatakan oleh x1,
x2, …, xn. Dari data tersebut, dapat diperoleh nilai
simpangan baku (S) yang ditentukan oleh rumus berikut.


BAB
8
PELUANG
A.
KAIDAH PENCACAHAN
1. Aturan Pengisian Tempat
Andi diundang menghadiri acara ulang tahun temannya. Andi mempunyai tiga buah baju dua buah celana.
Baju : Merah, Kuning, Ungu
Celana : Hitam, Biru
Ada berapa cara Andi dapat mamasang-masangkan baju dan celananya?
Penyelesaian:
Banyaknya pasangan celana dan baju yang dapat dipakai Andi ada 6 yaitu:
{(hitam, kuning), (hitam, merah), (hitam, ungu),(biru, kuning), (biru, merah), (biru, ungu)}
2. Faktorial
Definisi:
n! = 1 × 2 × 3 × …× (n – 2) × (n – 1) × n atau
n! = n × (n – 1) × (n – 2) × … × 3 × 2 × 1
1! = 1 dan 0! = 1
Untuk lebih memahami tentang faktorial, perhatikan contoh berikut.
1. 6! = 6 × 5 × 4 × 3 × 2 × 1 = 720
2. 3! × 2 ! = 3 × 2 × 1 × 2 × 1 = 6 × 2 = 12
7! 7×6×5×4×3×2×1
3. —— = ———————— = 7 × 6 × 5 = 210
4! 4×3×2×1
3. Permutasi
Dari 5 orang calon pengurus akan dipilih 3 orang untuk menempati posisi sebagai ketua, sekretaris, dan bendahara. Ada berapa banyak cara memilih pengurus ?
Penyelesaian:
Untuk menjawab hal tersebut marilah kita gambarkan 3 tempat kosong yang akan diisi dari 5 calon pengurus yang tersedia.
1. Aturan Pengisian Tempat
Andi diundang menghadiri acara ulang tahun temannya. Andi mempunyai tiga buah baju dua buah celana.
Baju : Merah, Kuning, Ungu
Celana : Hitam, Biru
Ada berapa cara Andi dapat mamasang-masangkan baju dan celananya?
Penyelesaian:
Banyaknya pasangan celana dan baju yang dapat dipakai Andi ada 6 yaitu:
{(hitam, kuning), (hitam, merah), (hitam, ungu),(biru, kuning), (biru, merah), (biru, ungu)}
2. Faktorial
Definisi:
n! = 1 × 2 × 3 × …× (n – 2) × (n – 1) × n atau
n! = n × (n – 1) × (n – 2) × … × 3 × 2 × 1
1! = 1 dan 0! = 1
Untuk lebih memahami tentang faktorial, perhatikan contoh berikut.
1. 6! = 6 × 5 × 4 × 3 × 2 × 1 = 720
2. 3! × 2 ! = 3 × 2 × 1 × 2 × 1 = 6 × 2 = 12
7! 7×6×5×4×3×2×1
3. —— = ———————— = 7 × 6 × 5 = 210
4! 4×3×2×1
3. Permutasi
Dari 5 orang calon pengurus akan dipilih 3 orang untuk menempati posisi sebagai ketua, sekretaris, dan bendahara. Ada berapa banyak cara memilih pengurus ?
Penyelesaian:
Untuk menjawab hal tersebut marilah kita gambarkan 3 tempat kosong yang akan diisi dari 5 calon pengurus yang tersedia.
5
|
x
|
4
|
x
|
3
|
Kotak (a) dapat diisi dengan 5 calon
karena calonnya ada 5
Kotak (b) dapat diisi dengan 4 calon karena 1 calon sudah diisikan di kotak (a).
Kotak (c) dapat diisi dengan 3 calon karena 2 calon sudah diisikan di kotak sebelumnya.
Sehingga banyaknya susunan pengurus kelas adalah 5 × 4 × 3 = 60.
Susunan semacam ini disebut permutasi karena urutannya diperhatikan, sebab ketua, sekretaris, bendahara tidak sama dengan sekretaris, ketua, bendahara.
a. Permutasi r unsur dari n unsur berbeda
Permutasi pada contoh ini disebut permutasi 3 dari 5 unsur dan
dinotasikan dengan P(5.3) atau 5P3, sehingga:
5P3 = 5 × 4 × 3
= 5 × (5 – 1) × (5 – 2)
= 5 × (5 – 1) × …..× (5 – 3 + 1),
Secara umum dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
Banyaknya permutasi dari n unsur diambil r unsur dinotasikan:
nPr = n (n – 1) (n – 2) (n – 3) … (n – r + 1)
Atau dapat juga ditulis:
(n – r) (n – r – 1) … 3.2.1
nPr =n (n – 1) (n – 2) (n – 3) … (n – r + 1) x ——————————
(n – r) (n – r – 1) … 3.2.1
n (n – 1) (n – 2) (n – 3) … (n – r + 1)(n – r) (n – r – 1) … 3.2.1
nPr = —————————————————————————
(n – r) (n – r – 1) … 3.2.1
n!
nPr =———
(n – r)!
Kotak (b) dapat diisi dengan 4 calon karena 1 calon sudah diisikan di kotak (a).
Kotak (c) dapat diisi dengan 3 calon karena 2 calon sudah diisikan di kotak sebelumnya.
Sehingga banyaknya susunan pengurus kelas adalah 5 × 4 × 3 = 60.
Susunan semacam ini disebut permutasi karena urutannya diperhatikan, sebab ketua, sekretaris, bendahara tidak sama dengan sekretaris, ketua, bendahara.
a. Permutasi r unsur dari n unsur berbeda
Permutasi pada contoh ini disebut permutasi 3 dari 5 unsur dan
dinotasikan dengan P(5.3) atau 5P3, sehingga:
5P3 = 5 × 4 × 3
= 5 × (5 – 1) × (5 – 2)
= 5 × (5 – 1) × …..× (5 – 3 + 1),
Secara umum dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
Banyaknya permutasi dari n unsur diambil r unsur dinotasikan:
nPr = n (n – 1) (n – 2) (n – 3) … (n – r + 1)
Atau dapat juga ditulis:
(n – r) (n – r – 1) … 3.2.1
nPr =n (n – 1) (n – 2) (n – 3) … (n – r + 1) x ——————————
(n – r) (n – r – 1) … 3.2.1
n (n – 1) (n – 2) (n – 3) … (n – r + 1)(n – r) (n – r – 1) … 3.2.1
nPr = —————————————————————————
(n – r) (n – r – 1) … 3.2.1
n!
nPr =———
(n – r)!
b. Permutasi Jika Ada Unsur yang
Sama
Untuk menghitung banyaknya permutasi jika ada unsur yang sama, marilah kita lihat contoh berikut.
Berapakah banyaknya kata yang dapat disusun dari huruf-huruf pembentuk kata: A, D, A, M ?
Penyelesaian:
Banyaknya kata = {(ADAM), (ADMA), (AMAD), (AMDA), (AAMD), (AADM), (DAAM), (DAMA), (DMAA), (MAAD), (MADA), (MDAA)}
ternyata banyaknya kata hanya ada 12, hal ini berbeda kalau tidak ada huruf yang sama banyaknya cara ada 4! = 24
Dari contoh dapat dijabarkan 12 = 4 × 3 atau permutasi 4 unsur dengan 2
4!
unsur sama ditulis: —
2!
Secara umum banyaknya permutasi n unsur yang memuat k, l, dan m unsur yang sama dapat ditentukan dengan rumus:
n!
P = ——
k! l! m!
Untuk menghitung banyaknya permutasi jika ada unsur yang sama, marilah kita lihat contoh berikut.
Berapakah banyaknya kata yang dapat disusun dari huruf-huruf pembentuk kata: A, D, A, M ?
Penyelesaian:
Banyaknya kata = {(ADAM), (ADMA), (AMAD), (AMDA), (AAMD), (AADM), (DAAM), (DAMA), (DMAA), (MAAD), (MADA), (MDAA)}
ternyata banyaknya kata hanya ada 12, hal ini berbeda kalau tidak ada huruf yang sama banyaknya cara ada 4! = 24
Dari contoh dapat dijabarkan 12 = 4 × 3 atau permutasi 4 unsur dengan 2
4!
unsur sama ditulis: —
2!
Secara umum banyaknya permutasi n unsur yang memuat k, l, dan m unsur yang sama dapat ditentukan dengan rumus:
n!
P = ——
k! l! m!
c.
Permutasi Siklis
Andi, Budi dan Candra hendak duduk mengelilingi sebuah meja. Berapakah banyak cara mereka dapat duduk mengelilingi meja tersebut?
Kalau mereka duduk berjajar banyaknya cara ada 3! = 6 yaitu
{ABC, ACB, BAC, BCA, CAB, CBA}
Bagaimana kalau mereka mengelilingi sebuah meja ?
Kemungkinan 1 diperoleh bahwa ABC = CAB = BCA
Kemungkinan 2 diperoleh bahwa ACB = CBA = BAC
Sehingga banyak cara mereka duduk hanya ada 2 cara
ternyata banyaknya cara 3 orang duduk mengelilingi sebuah meja = (3 - 1)!
Secara umum banyaknya permutasi siklis dapat ditentukan dengan rumus:
P= (n - 1)!
Contoh 7:
Berapakah banyaknya cara 8 orang dapat duduk mengelilingi api unggun jika 2 orang tertentu harus selalu berdampingan?
Penyelesaian:
Banyaknya orang ada 8 tetapi dua orang tertentu harus berdampingan (dihitung satu) sehingga banyaknya orang ada 7,
Permutasi siklis 7 orang = (7 - 1)!
Dua orang yang berdampingan dapat bertukar posisi sebanyak 2!
Banyaknya cara = 6! x 2!
= 6 x 5 x 4 x 3 x 2 x 1 x 2 x 1
= 1440
4. Kombinasi
Ada tiga sahabat yang baru bertemu setelah sekian lama, mereka adalah
Adi, Budi, dan Candra. Saat bertemu mereka saling berjabat tangan, tahukah kamu berapa banyak jabat tangan yang terjadi?
Adi berjabat tangan dengan Budi ditulis {Adi, Budi}.
Budi berjabat tangan dengan Adi ditulis {Budi, Adi}.
Antara {Adi, Budi} dan {Budi, Adi} menyatakan himpunan yang sama, hal ini disebut kombinasi. Di lain pihak {Adi, Budi}, {Budi, Adi} menunjukkan urutan yang berbeda yang berarti merupakan permutasi yang berbeda.
Dari contoh dapat diambil kesimpulan:
Permutasi = Adi – Budi, Adi – Candra, Budi – Adi,
Budi – Candra, Candra – Adi, Candra – Budi
= 6 karena urutan diperhatikan
Kombinasi = Adi – Budi, Adi – Candra, Budi – Candra
= 3 karena urutan tidak diperhatikan
3P2 3!
3C2 = —— = ————
2 2! (3 − 2)!
Secara umum dapat disimpulkan bahwa:
Banyaknya kombinasi dari n unsur yang berbeda diambil r unsur
n
ditulis dengan C atau C(n. r) atau nCr, sehingga:
P n!
nCr =— = ————
r! (n - r)! r!
Andi, Budi dan Candra hendak duduk mengelilingi sebuah meja. Berapakah banyak cara mereka dapat duduk mengelilingi meja tersebut?
Kalau mereka duduk berjajar banyaknya cara ada 3! = 6 yaitu
{ABC, ACB, BAC, BCA, CAB, CBA}
Bagaimana kalau mereka mengelilingi sebuah meja ?
Kemungkinan 1 diperoleh bahwa ABC = CAB = BCA
Kemungkinan 2 diperoleh bahwa ACB = CBA = BAC
Sehingga banyak cara mereka duduk hanya ada 2 cara
ternyata banyaknya cara 3 orang duduk mengelilingi sebuah meja = (3 - 1)!
Secara umum banyaknya permutasi siklis dapat ditentukan dengan rumus:
P= (n - 1)!
Contoh 7:
Berapakah banyaknya cara 8 orang dapat duduk mengelilingi api unggun jika 2 orang tertentu harus selalu berdampingan?
Penyelesaian:
Banyaknya orang ada 8 tetapi dua orang tertentu harus berdampingan (dihitung satu) sehingga banyaknya orang ada 7,
Permutasi siklis 7 orang = (7 - 1)!
Dua orang yang berdampingan dapat bertukar posisi sebanyak 2!
Banyaknya cara = 6! x 2!
= 6 x 5 x 4 x 3 x 2 x 1 x 2 x 1
= 1440
4. Kombinasi
Ada tiga sahabat yang baru bertemu setelah sekian lama, mereka adalah
Adi, Budi, dan Candra. Saat bertemu mereka saling berjabat tangan, tahukah kamu berapa banyak jabat tangan yang terjadi?
Adi berjabat tangan dengan Budi ditulis {Adi, Budi}.
Budi berjabat tangan dengan Adi ditulis {Budi, Adi}.
Antara {Adi, Budi} dan {Budi, Adi} menyatakan himpunan yang sama, hal ini disebut kombinasi. Di lain pihak {Adi, Budi}, {Budi, Adi} menunjukkan urutan yang berbeda yang berarti merupakan permutasi yang berbeda.
Dari contoh dapat diambil kesimpulan:
Permutasi = Adi – Budi, Adi – Candra, Budi – Adi,
Budi – Candra, Candra – Adi, Candra – Budi
= 6 karena urutan diperhatikan
Kombinasi = Adi – Budi, Adi – Candra, Budi – Candra
= 3 karena urutan tidak diperhatikan
3P2 3!
3C2 = —— = ————
2 2! (3 − 2)!
Secara umum dapat disimpulkan bahwa:
Banyaknya kombinasi dari n unsur yang berbeda diambil r unsur
n
ditulis dengan C atau C(n. r) atau nCr, sehingga:
P n!
nCr =— = ————
r! (n - r)! r!
B. RUANG SAMPEL DAN KEJADIAN
1. Ruang Sampel
Tahukah kamu, apa saja yang mungkin muncul ketika sebuah dadu dilempar sekali ?
Kemungkinan yang muncul adalah mata dadu 1, 2, 3, 4, 5 atau 6.
Jadi banyaknya himpunan semua kejadian yang mungkin pada pelemparan sebuah dadu sekali ada 6.
Himpunan semua kejadian yang mungkin dari suatu percobaan disebut Ruang Sampel atau Ruang Contoh biasa diberi lambang huruf S
Bagaimana kalau sebuah koin uang logam dilemparkan sekali, apa saja yang mungkin muncul?
S = {Angka, gambar}
n(S) = 2
2. Kejadian
Kejadian merupakan himpunan bagian dari ruang sampel.
Contoh 14:
Dua buah dadu dilemparkan bersamaan sekali, tentukan kejadian munculnya
a. jumlah kedua dadu 10
b. selisih kedua dadu 3
c. jumlah kedua dadu 5 dan selisihnya 1
d. jumlah kedua dadu 4 atau selisihnya 5
Penyelesaian:
Untuk mengerjakan soal ini kita lihat jawaban contoh 13.
a. Jumlah kedua dadu 10 ={(4, 6), (5, 5), (6, 4)}
Jadi banyaknya kejadian ada 3
b. Selisih kedua dadu 3 ={(1, 4), (2, 5), (3, 6), (4, 1), (5, 2), (6, 3)}
Jadi banyaknya kejadian ada 6
c. Jumlah kedua dadu 5 dan selisihnya 1 ={(2, 3), (3, 2)}
Jadi banyaknya kejadian ada 2
d. Jumlah kedua dadu 4 atau selisihnya 5 ={(1, 3), (2, 2), (3, 1), (1, 6), (6, 1}
Jadi banyaknya kejadian ada 5
1. Ruang Sampel
Tahukah kamu, apa saja yang mungkin muncul ketika sebuah dadu dilempar sekali ?
Kemungkinan yang muncul adalah mata dadu 1, 2, 3, 4, 5 atau 6.
Jadi banyaknya himpunan semua kejadian yang mungkin pada pelemparan sebuah dadu sekali ada 6.
Himpunan semua kejadian yang mungkin dari suatu percobaan disebut Ruang Sampel atau Ruang Contoh biasa diberi lambang huruf S
Bagaimana kalau sebuah koin uang logam dilemparkan sekali, apa saja yang mungkin muncul?
S = {Angka, gambar}
n(S) = 2
2. Kejadian
Kejadian merupakan himpunan bagian dari ruang sampel.
Contoh 14:
Dua buah dadu dilemparkan bersamaan sekali, tentukan kejadian munculnya
a. jumlah kedua dadu 10
b. selisih kedua dadu 3
c. jumlah kedua dadu 5 dan selisihnya 1
d. jumlah kedua dadu 4 atau selisihnya 5
Penyelesaian:
Untuk mengerjakan soal ini kita lihat jawaban contoh 13.
a. Jumlah kedua dadu 10 ={(4, 6), (5, 5), (6, 4)}
Jadi banyaknya kejadian ada 3
b. Selisih kedua dadu 3 ={(1, 4), (2, 5), (3, 6), (4, 1), (5, 2), (6, 3)}
Jadi banyaknya kejadian ada 6
c. Jumlah kedua dadu 5 dan selisihnya 1 ={(2, 3), (3, 2)}
Jadi banyaknya kejadian ada 2
d. Jumlah kedua dadu 4 atau selisihnya 5 ={(1, 3), (2, 2), (3, 1), (1, 6), (6, 1}
Jadi banyaknya kejadian ada 5
C. PELUANG SUATU KEJADIAN
1. Peluang Suatu Kejadian
Sebelum mempelajari peluang suatu kejadian, marilah kita ingat kembali mengenai ruang sampel yang biasanya dilambangkan dengan S. Kejadian adalah himpunan bagian dari ruang sampel, sedangkan titik sampel adalah setiap hasil yang mungkin terjadi pada suatu percobaan. Jika A adalah suatu kejadian yang terjadi pada suatu percobaan dengan ruang sampel S, di mana setiap titik sampelnya mempunyai kemungkinan sama untuk muncul, maka peluang dari suatu kejadian A ditulis sebagai berikut.
n(A)
P(A) = ———
n(S )
Keterangan:
P(A) = peluang kejadian A
n(A) = banyaknya anggota A
n(S) = banyaknya anggota ruang sampel S
1. Peluang Suatu Kejadian
Sebelum mempelajari peluang suatu kejadian, marilah kita ingat kembali mengenai ruang sampel yang biasanya dilambangkan dengan S. Kejadian adalah himpunan bagian dari ruang sampel, sedangkan titik sampel adalah setiap hasil yang mungkin terjadi pada suatu percobaan. Jika A adalah suatu kejadian yang terjadi pada suatu percobaan dengan ruang sampel S, di mana setiap titik sampelnya mempunyai kemungkinan sama untuk muncul, maka peluang dari suatu kejadian A ditulis sebagai berikut.
n(A)
P(A) = ———
n(S )
Keterangan:
P(A) = peluang kejadian A
n(A) = banyaknya anggota A
n(S) = banyaknya anggota ruang sampel S
2. Kisaran Nilai Peluang
Untuk mengetahui kisaran nilai peluang, perhatikan soal berikut:
Contoh
Sebuah dadu dilemparkan sekali, tentukan peluang munculnya
a. Mata dadu 8 b. Mata dadu kurang dari 7
Penyelesaian:
a. S = {1, 2, 3, 4, 5, 6}, n(S) = 6
misal kejadian muncul mata dadu 8 adalah A
A = { }, n(A) = 0
n(A) 0
P(A) = ——— = — = 0
n(S ) 6
Kejadian muncul mata dadu 8 adalah kejadian mustahil, P(A) = 0
b. S = {1, 2, 3, 4, 5, 6}, n(S) = 6
misal kejadian muncul mata dadu kurang dari 7 adalah B
B = {1, 2, 3, 4, 5, 6}, n(B) = 6
Untuk mengetahui kisaran nilai peluang, perhatikan soal berikut:
Contoh
Sebuah dadu dilemparkan sekali, tentukan peluang munculnya
a. Mata dadu 8 b. Mata dadu kurang dari 7
Penyelesaian:
a. S = {1, 2, 3, 4, 5, 6}, n(S) = 6
misal kejadian muncul mata dadu 8 adalah A
A = { }, n(A) = 0
n(A) 0
P(A) = ——— = — = 0
n(S ) 6
Kejadian muncul mata dadu 8 adalah kejadian mustahil, P(A) = 0
b. S = {1, 2, 3, 4, 5, 6}, n(S) = 6
misal kejadian muncul mata dadu kurang dari 7 adalah B
B = {1, 2, 3, 4, 5, 6}, n(B) = 6
n(B) 6
P(B) = ——— = — = 1
n(S ) 6
Kejadian muncul mata dadu kurang dari 7 adalah kejadian pasti, P(A) = 1
Jadi kisaran nilai peluang: 0 ≤ P(A) ≤ 1
3. Frekuensi Harapan Suatu Kejadian
Frekuensi harapan dari sejumlah kejadian merupakan banyaknya kejadian dikalikan dengan peluang kejadian itu. Misalnya pada percobaan A dilakukan n kali, maka frekuensi harapannya ditulis sebagai berikut.
Fh = n × P(A)
Contoh
Pada percobaan pelemparan 3 mata uang logam sekaligus sebanyak 240 kali, tentukan frekuensi harapan munculnya dua gambar dan satu angka.
Penyelesaian:
S = {AAA, AAG, AGA, GAA, AGG, GAG, GGA, GGG} ⇒ n(S) = 8
A = {AGG, GAG, GGA} ⇒ n(A) = 3
n(A) 3
Fh(A) = n × P(A) = 240 × —— = 240 × — = 90 kali
n(S) 8
4. Peluang Komplemen Suatu Kejadian
Untuk mempelajari peluang komplemen, perhatikan contoh berikut.
Contoh:
Pada pelemparan sebuah dadu sekali, berapakah peluang munculnya:
a. nomor dadu ganjil,
b. nomor dadu tidak ganjil?
Penyelesaian:
a. S = {1, 2, 3, 4, 5, 6}, maka n(S) = 6.
A adalah kejadian keluar nomor dadu ganjil
A = {1, 3, 5}, maka n(A) = 3 sehingga
n(A) 3 1
P(A) = ——— = — = —
n(S ) 6 2
b. B adalah kejadian keluar nomor dadu tidak ganjil
B = {2, 4, 6}, maka n(B) = 3 sehingga
n(B) 3 1
P(B) = ——— = — = — , Peluang B adalah Peluang komplemen dari A
n(S ) 6 2
Dari contoh tersebut kita dapat mengambil kesimpulan bahwa:
P(A) + P(AC) = 1 atau P(AC) = 1 – P(A)
5.
Peluang Kejadian Majemuk
a. Peluang Gabungan 2 kejadian
Misal A dan B adalah dua kejadian yang berbeda, maka peluang kejadian
A ∪ B ditentukan dengan aturan:
P(A ∪ B) = P(A) + P(B) – P(A∩B)
a. Peluang Gabungan 2 kejadian
Misal A dan B adalah dua kejadian yang berbeda, maka peluang kejadian
A ∪ B ditentukan dengan aturan:
P(A ∪ B) = P(A) + P(B) – P(A∩B)
b. Peluang Kejadian Saling Lepas
(Saling Asing)
Kejadian A dan B saling asing jika kedua kejadian tersebut tidak mungkin terjadi bersama-sama. Ini berarti A∩B = 0 atau P(A∩B) = 0
Sehingga: P (A∪ B) = P(A) + P(B) – P(A∩B) = P(A) + P(B) – 0
P (A∪ B) = P(A) + P(B)
Kejadian A dan B saling asing jika kedua kejadian tersebut tidak mungkin terjadi bersama-sama. Ini berarti A∩B = 0 atau P(A∩B) = 0
Sehingga: P (A∪ B) = P(A) + P(B) – P(A∩B) = P(A) + P(B) – 0
P (A∪ B) = P(A) + P(B)
c. Peluang Kejadian Saling Bebas
Jika kejadian A tidak memengaruhi terjadinya kejadian B dan sebaliknya, atau terjadi atau tidaknya kejadian A tidak tergantung pada terjadi atau tidaknya kejadian B maka dua kejadian ini disebut kejadian saling bebas. Hal ini seperti digambarkan pada pelemparan dua buah dadu sekaligus.
A adalah kejadian munculnya dadu pertama angka 3 dan
B adalah kejadian munculnya dadu kedua angka 5
maka kejadian A dan kejadian B merupakan dua kejadian yang saling bebas, dan peluang kejadian ini dapat dirumuskan:
P(A∩B) = P(A) × P(B)
Jika kejadian A tidak memengaruhi terjadinya kejadian B dan sebaliknya, atau terjadi atau tidaknya kejadian A tidak tergantung pada terjadi atau tidaknya kejadian B maka dua kejadian ini disebut kejadian saling bebas. Hal ini seperti digambarkan pada pelemparan dua buah dadu sekaligus.
A adalah kejadian munculnya dadu pertama angka 3 dan
B adalah kejadian munculnya dadu kedua angka 5
maka kejadian A dan kejadian B merupakan dua kejadian yang saling bebas, dan peluang kejadian ini dapat dirumuskan:
P(A∩B) = P(A) × P(B)
6. Peluang Kejadian Bersyarat
Dua kejadian disebut kejadian bersyarat atau kejadian yang saling bergantung apabila terjadi atau tidak terjadinya kejadian A akan mempengaruhi terjadi atau tidak terjadinya kejadian B. Peluang terjadinya kejadian A dengan syarat kejadian B telah terjadi adalah:
P(A∩B)
P(A/B) = ———— P(B) ≠ 0
P(B)
Atau Peluang terjadinya kejadian B dengan syarat kejadian A telah terjadi adalah:
P(A∩B)
P(B/A) = ———— P(A) ≠ 0
P(A)
Dua kejadian disebut kejadian bersyarat atau kejadian yang saling bergantung apabila terjadi atau tidak terjadinya kejadian A akan mempengaruhi terjadi atau tidak terjadinya kejadian B. Peluang terjadinya kejadian A dengan syarat kejadian B telah terjadi adalah:
P(A∩B)
P(A/B) = ———— P(B) ≠ 0
P(B)
Atau Peluang terjadinya kejadian B dengan syarat kejadian A telah terjadi adalah:
P(A∩B)
P(B/A) = ———— P(A) ≠ 0
P(A)
BAB 9
LINGKARAN
Lingkaran adalah
tempat kedudukan titik-titik pada bidang yang berjarak sama terhadap suatu
titik tertentu. Titik tertentu itu disebut pusat lingkaran, sedangkan jarak titik terhadap pusat
lingkaran disebut jari-jari
lingkaran.
Gambar
dibawah ini menunjukkan lingkaran dengan pusat P dan jari-jari r.
1. Persamaan lingkaran yang berpusat O
(0, 0) dan jari-jari r
Pada lingkaran
disamping jari-jari atau r =
OP, OQ = x dan PQ
= y.
Jarak
dari O (0, 0) ke P (x, y) adalah.
Berdasarkan rumus Pythagoras
Jadi
persamaan lingkaran dengan pusat O (0, 0) dan jari-jari r adalah x2 + y2 = r2
2. Persamaan lingkaran yang berpusat P (a, b) dan
berjari-jari r
Persamaan lingkaran yang berpusat P(a, b) dan berjari-jari r dapat diperoleh dari
persamaan lingkaran yang berpusat di (0, 0) dan
berjari-jari r dengan menggunakan teori pergeseran. Jika pusat (0, 0)
bergeser (a, b) maka
titik (x, y) bergeser ke (x + a, y + b).
Kita peroleh
persamaan.
Persamaan lingkaran menjadi (x’– a)2 + (y’ – b)2 = r2
Jadi
persamaan lingkaran yang berpusat P(a, b) dan berjari-jari r adalah (x- a)2 + (y – b)2 = r2
B. Bentuk umum persamaan lingkaran
Persamaan
lingkaran yang berpusat P(a, b) dan berjari-jari r adalah
(x- a)2 + (y – b)2 = r2
x2 – 2ax + a2 + y2 – 2by + b2 = r2
x2+ y2 – 2ax – 2by + a2+ b2– r2 = 0 atau x2+ y2 + Ax + By + a2+ b2+ C= 0
Jadi
bentuk umum persamaan lingkaran x2+ y2 + Ax + By + a2+ b2+ C= 0
B.
Kedudukan Titik dan Garis Pada Lingkaran
Letak
K (m,n) terhadap X2+Y2 +Ax + By +C= 0 , ditentukan
oleh nilai kuasa titik tersebut terhadap lingkaran
nilai kuasa K = m2+n2 +Am + Bn +C,
nilai kuasa K = m2+n2 +Am + Bn +C,
§ K
< 0
di dalam lingkaran

§ K=
0
pada lingkaran

§ K
> 0
di luar lingkaran

C.
Persamaan Garis Singgung Lingkaran
Jika persamaan
lingkaran
, maka persamaan garis singgungnya:Persamaan garis
singgung untuk suatu titik (x1,y1) yang terletak pada lingkaran
Rumus:







\
BAB 10
TRANSFORMASI
Transformasi
merupakan suatu pemetaan titik pada suatu bidang ke himpunan titik pada bidang
yang sama. Jenis-jenis dari transformasi yang dapat dilakukan antara lain :
1. Translasi
(Pergeseran)
2. Refleksi(Pencerminan)
3. Rotasi(Perputaran)
4. Dilatasi(Penskalaan)
Berikut
ini ilustrasinya :
Berdasarkan
gambar di atas, segitiga ABC yang mempunyai koordinat A(3, 9), B(3, 3), C(6, 3)
ditranslasikan:
Berdasarkan
penjelasan diatas, maka untuk mencari nilai translasi dapat digunakan rumus
sebagai berikut :
dimana
:
·
a menyatakan pergeseran horizontal
(kekanan+, kekiri-)
·
b menyatakan pergeseran vertikal
(keatas+,kebawah-)
Segitiga
ABC dengan koordinat A(3, 9), B(3, 3), C(6, 3) dicerminkan:
·
terhadap sumbu Y menjadi segitiga
A2B2C2 dengan koordinat A2(-3, 9), B2(-3, 3), C2(-6, 3)
·
terhadap sumbu X menjadi segitiga
A3B3C3 dengan koordinat A3(3, -9), B3(3, -3), C3(6, -3)
·
terhadap titik (0, 0) menjadi segitiga
A4B4C4 dengan koordinat A4(-3, -9), B4(-3, -3), C4(-6, -3)
Segitiga
ABC dengan koordinat A(3, 9), B(3, 3), C(6, 3) dicerminkan:
·
terhadap garis x = -2 menjadi segitiga
A5B5C5 dengan koordinat A5(-7, 9), B5(-7, 3), C5(-10, 3)
·
terhadap sumbu y = 1 menjadi segitiga
A6B6C6 dengan koordinat A6(3, -7), B6(3, -1), C6(6, -1)
Segitiga
PQR dengan koordinat P(6, 4), Q(6, 1), R(10, 1) dicerminkan:
·
terhadap garis y = x menjadi segitiga
P2Q2R2 dengan koordinat P2(4, 6), Q2(1, 6), R2(1, 10)
·
terhadap garis y = -x menjadi segitiga
P3Q3R3 dengan koordinat P3(-4, -6), Q3(-1, -6), R3(-1, -10)
Berdasarkan
penjelasan diatas dapat dirumuskan :
Pencerminan
terhadap garis x = a atau y = b
Pencerminan
terhadap titik (0, 0)
Pencerminan
terhadap garis y = x atau y = –x
Pencerminan
terhadap garis y = mx + c
Jika
m = tan θ maka:
Rotasi
|
Matriks
|
perubahan titik
|
perubahan fungsi
|
½ p
|
é0 -1ù
ë1 -0 û |
(x,y) ® (-y,x)
|
F(x,y) = 0 ® F(y,-x) = 0
|
P
|
é-1 0ù
ë1 -1 û |
(x,y) ® (-x,-y)
|
F(x,y) = 0 ® F(-x,-y) = 0
|
3/2 p
|
é0 -1ù
ë-1 0 û |
(x,y) ® (y,-x)
|
F(x,y) = 0 ® F(-y,x) = 0
|
Q
|
écosq -sinq
ù
ësinq cosq û |
(x,y) ® (x cos q - y sinq, x
sin q + y cos q)
F(x,y) = 0 ® F(x cos q + y sin q, -x sin q + y cos q) = 0 |
Untuk
rotasi searah jarum jam, sudut diberi tanda negatif (–)
Untuk
rotasi berlawanan arah jarum jam, sudut diberi tanda
positif (+)
Segitiga
ABC dengan koordinat A(3, 9), B(3, 3), C(6, 3) dirotasi:
·
+90° atau –270° dengan pusat
rotasi O(0, 0) menjadi segitiga A2B2C2 dengan koordinat A2(-9, 3), B2(-3,
3), C2(-3, 6)
·
+270° atau –90° dengan pusat
rotasi O(0, 0) menjadi segitiga A3B3C3 dengan koordinat A2(9, -3), B2(3,
-3), C2(3, -6)
·
+180° atau –180° dengan pusat rotasi
O(0, 0) menjadi segitiga A4B4C4 dengan koordinat A4(-3, -9), B4(-3, -3),
C4(-6, -3)
Berdasarkan
penjelasan diatas, maka rotasi dapat dirumuskan sebagai berikut :
Rotasi
sejauh θ dengan pusat (a, b)
Segitiga
ABC dengan koordinat A(3, 9), B(3, 3), C(6, 3) didilatasi:
·
dengan faktor
skala k = 1/3 dan pusat dilatasi O(0, 0) menjadi segitiga A2B2C2 dengan
koordinat A2(1, 3), B2(1, 1), C2(2, 1)
·
dengan faktor
skala k = 2 dan pusat dilatasi O(0, 0) menjadi segitiga A3B3C3 dengan
koordinat A3(6, 18), B3(6, 6), C3(12, 6)
Untuk
nilai k negatif, arah bayangan berlawanan dengan
arah aslinya.
Berdasarkan
penjelasan diatas, maka dapat dirumuskan :
Dilatasi
dengan pusat (a, b) dan faktor skala k
Rumus praktis
dilatasi dengan faktor skala k dan pusat dilatasi O(0, 0):
Transformasi
dengan Matriks Transformasi Tertentu
KOMPOSISI
TRANSFORMASI
merupakan
gabungan dari beberapa transformasi. Misalnya kita mempunyai transformasi T1
akan dilanjutkan ke T2 maka ditulis T2oT1.
Komposisi
Khusus :
1.
Dua pencerminan yang berurutan terhadap sumbu-sumbu yang sejajar
2.
Dua pencerminan yang berurutan terhadap dua sumbu yang tegak lurus ekuivalen
dengan rotasi 180º yang pusatnya adalah titik potong kedua sumbu tersebut.
3.
Dua pencerminan terhadap dua sumbu yang berpotongan ekuivalen dengan rotasi
dimana titik pusat adalah titik potong kedua sumbu dan sudutnya adalah sudut
antara kedua sumbu.
4.
Dua rotasi berurutan terhadap pusat yang sama ekuivalen dengan rotasi dimana
pusatnya sejauh jumlah sudut keduanya.
LUAS
HASIL TRANSFORMASI
Transformasi
yang berupa translasi, refleksi, dan rotasi tidak mengubah
luas suatu benda
Mencari
luas segitiga ABC jika diketahui koordinat titik A, B, dan C nya, maka kita
dapat gunakan rumus :
BAB 11
TURUNAN
Turunan adalah
Misalkan y adalah fungsi dari x atau y = f(x). Turunan (atau diferensial) dari y terhadap x dinotasikan dengan :
Rumus Turunan dan contoh
Jika
dengan
C dan n konstanta real, maka : 
Misalkan y adalah fungsi dari x atau y = f(x). Turunan (atau diferensial) dari y terhadap x dinotasikan dengan :

Rumus Turunan dan contoh
Jika


Rumus
Turunan Trigonometri adalah :




Turunan Kedua
Turunan kedua y = f(x) terhadap x
dinotasikan dengan
. Turunan kedua diperoleh
dengan menurunkan turunan pertama.
Contoh :

Contoh :
Sifat Sifat Turunan
Dalam mencari turunan, seringkali kita menjumpai dua fungsi atau lebih yang dijumlahkan, dikurangkan, dikalikan dan dibagikan. Untuk memudahkan perhitungan ini, dibuatlah sifat-sifat turunan.
Jika u dan v adalah fungsi dalam x, dan c adalah konstanta, maka berlaku
1. f(x) = u + v maka f '(x) = u' + v'
2. f(x) = u - v maka f '(x) = u'-v'
3. f(x) = c.u maka f '(x)=c.u'
4. f(x) = u.v maka f'(x) = u'v + uv'
5.


Bukti :
Sifat 1
f(x) = u(x) + v(x)












f '(x) = u'(x) + v'(x)
Sifat 2 :
f(x) = u(x) - v(x)











f '(x) = u'(x) - v'(x)
Sifat 3 :
f(x) = c.u(x) maka f '(x)=c.u'(x)







f '(x)=c.u'(x)
Sifat 4 :
f(x) = u(x).v(x) maka f'(x) = u'(x)v(x) + u(x)v'(x)

















Sifat 5

Karena

maka

sehingga




Jika pembilang dan penyebut dikalikan dengan v(x) maka diperoleh

Sebelum
kita belajar ke materi inti yaitu cara mencari persamaan garis singgung kurva,
kita harus tahu dulu mengenai gradien garis yang disimbolkan dengan m, dimana :
·
gradian garis untuk persamaan y=mx+c
adalah m
·
gradien garis untuk persamaan ax+by=c,
maka m=-a/b
·
gradien garis jika diketahui dua titik,
misal (x1,y1) dan (x2,y2) maka untuk mencari gradien garisnya
m=(y2-y1)/(x2-x1)
Gradien
dua garis lurus, berlaku ketentuan :
·
jika saling sejajar maka m1=m2
·
jika saling tegak lurus maka m1.m2=-1
atau m1=-1/(m2)
Persamaan Garis Singgung Kurva
Jika
terdapat kurva y = f(x) disinggung oleh sebuah garis di titik (x1, y1) maka
gradien garis singgung tersebut bisa dinyatakan dengan m =
f'(x1). Sementara itu x1 dan y1 memiliki hubungan y1 =
f(x1). Sehingga persamaan garis singgungnya bisa dinyatakan dengan y
– y1 = m(x – x1).
Jadi
intinya jika kita akan mencari persamaan garis singgung suatu kurva jika
diketahui gradiennya m dan menyinggung di titik (x1,y1) maka kita gunakan
persamaan
y-y1=m(x-x1)
Sedangkan
jika diketahui 2 titik, misalnya (x1,y1) dan (x2,y2) maka untuk mencari
persamaan garis singgung dari dua titik tersebut kita dapat gunakan persamaan
Fungsi Naik dan
Fungsi Turun
Tentunya kalian masih ingat dengan topik sebelumnya tentang menentukan titik maksimum, titik minimum, dan titik belok. Pada topik ini, kalian akan belajar tentang penggunaan turunan dalam menentukan nilai maksimum dan nilai minimum.
Tentunya kalian masih ingat dengan topik sebelumnya tentang menentukan titik maksimum, titik minimum, dan titik belok. Pada topik ini, kalian akan belajar tentang penggunaan turunan dalam menentukan nilai maksimum dan nilai minimum.
Definisi 1 :
Jika
diberikan fungsi f dengan daerah
asal Df dan x = c merupakan
anggota Df, maka berlaku hubungan sebagai berkut :
1.
f(c) adalah
nilai maksimum fungsi f pada Df jika f(c) ≥ f(x) untuk semua x di Df
2.
f(c) adalah
nilai minimum fungsi f pada Df jika f(c) ≤ f(x) untuk semua x di Df
3.
f(c) adalah
nilai ekstrim fungsi f pada Df jika f(c) adalah nilai maksimum atau minimum
fungsi f di Df
Definisi 2 :
Jika
diberikan fungsi f dengan daerah
asal Df dan interval (a,b) merupakan
himpunan bagian dari Df, maka berlaku hubungan sebagai
berkut :
1.
f(c) adalah
nilai maksimum lokal fungsi f pada
interval (a,b) yang memuat c jika f(c)adalah
nilai maksimum fungsi f pada (a,b)
2.
f(c) adalah
nilai minimum lokal fungsi f pada
interval (a,b) yang memuat c jika f(c)adalah
nilai minimum fungsi f pada (a,b)
3.
f(c) adalah
nilai ekstrim lokal fungsi f jika f(c) adalah nilai maksimum lokal atau nilai
minimum lokal fungsi f[/important
Lalu, kapan terjadi nilai ekstrim lokal?
Kalian dapat menggunakan uji turunan pertama untuk menentukan nilai ekstrim lokal.
Jika
fungsi f kontinu pada selang
terbuka (a,b) yang memuat x = c, maka berlaku hubungan sebagai berikut :
1.
Jika f'(x) > 0 untuk
semua nilai x dalam selang (a,c) dan f'(x) < 0 untuk semua nilai x dalam
selang (c,b), maka f(c) merupakan nilai maksimum lokal f
2.
Jika f'(x) < 0 untuk
semua nilai x dalam selang (a,c) dan f'(x) > 0 untuk semua nilai x dalam
selang (c,b), maka f(c) merupakan nilai minimum lokal f
3.
Jika f'(x) pada
selang (a,c) dan (c,b), maka f(c) bukan
merupakan nilai ekstrim lokal f
Agar lebih jelas, mari perhatikan gambar di bawah ini.



BAB 12
INTEGRAL
Integral merupakan sebuah konsep
penting dalam matematika yang seringkali menjadi kelemahan tidak sedikit orang.
Agar dapat paham dengan integral sampai integral berkelanjutan, anda pertama
harus paham integral dasarnya dulu. Pondasi dari semua integral lanjutan,
misalnya saja agar dapat paham integral parsial, integral tentu, integral tak
tentu, dll yang akan saya berikan penjelasannya di artikel berikutnya.


Integral
juga biasa digunakan untuk merujuk anti turunan. Jika terdapat sebuah fungsi F
yang mempunyai turunan f maka kasus seperti ini disebut integral tak tentu yang
dapat dinotasikan sebagai berikut.


Berikut
ini beberapa rumus dasar integral
Trigonometri










Dalam mencari
nilai integral kita dapat menggunakan beberapa cara, diantaranya :
Cari
nilai dari:





2. Substitusi
Trigonometri
Bentuk
|
Gunakan
|
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
Contoh
soal:
Cari
nilai dari:











Cari
nilai dari:
dengan
menggunakan substitusi






Masukkan
nilai tersebut:



Nilai
sin A adalah 



Integral
parsial menggunakan rumus sebagai berikut:

Contoh
soal:
Cari
nilai dari:


Gunakan
rumus di atas



Jika
kita menemukan bentuk penjumlahan atau bentuk pengurangan integral dapat
dirubah seperti berikut ini.

Integral Parsial
Prinsip dasar integral parsial :
Prinsip dasar integral parsial :
a. Salah satunya dimisalkan U
b. Sisinya yang lain (termasuk dx) dianggap sebagai dv
Sehingga bentuk integral parsial adalah sebagai berikut :



Integral
tak tentu
Manakala integral tertentu adalah sebuah
bilangan yang besarnya ditentukan dengan mengambil limit penjumlahan Riemann,
yang diasosiasikan dengan partisi interval tertutup yang norma partisinya
mendekati nol, teorema dasar kalkulus menyatakan bahwa integral
tertentu sebuah fungsi kontinu dapat dihitung dengan mudah apabila kita dapat
mencari antiturunan/antiderivatif fungsi tersebut.
Apabila

Keseluruhan
himpunan antiturunan/antiderivatif sebuah fungsi ƒ adalah integral
tak tentu ataupun primitif dari ƒ terhadap
x dan dituliskan secara matematis sebagai:

Ekspresi F(x)
+ C adalah antiderivatif umum ƒ dan C adalah
konstanta sembarang.
Misalkan
terdapat sebuah fungsi
,
maka integral tak tentu ataupun antiturunan dari fungsi tersebut adalah:


Perhatikan bahwa
integral tertentu berbeda dengan integral tak tentu. Integral tertentu dalam
bentuk
adalah
sebuah bilangan, manakala integral tak tentu :
adalah
sebuah fungsi yang memiliki tambahan konstanta sembarang C.


Integral Tertentu
Diberikan
suatu fungsi ƒ bervariabel real x dan
interval antara [a, b] pada garis real, integral tertentu:

secara informal
didefinisikan sebagai luas wilayah pada bidang xy yang dibatasi oleh kurva
grafik ƒ, sumbu-x, dan garis vertikal x = a dan x = b.
Pada
notasi integral di atas: a adalah batas bawah dan b adalah batas
atas yang menentukan domain pengintegralan, ƒ adalah
integran yang akan dievaluasi terhadap x pada interval [a,b],
dan dx adalah variabel pengintegralan.

Seiring dengan semakin banyaknya
subinterval dan semakin sempitnya lebar subinterval yang diambil, luas
keseluruhan batangan akan semakin mendekati luas daerah di bawah kurva.
Terdapat
berbagai jenis pendefinisian formal integral tertentu, namun yang paling
umumnya digunakan adalah definisi integral Riemann. Integral Rieman
didefinisikan sebagai limit dari penjumlahan Riemann. Misalkanlah kita
hendak mencari luas daerah yang dibatasi oleh fungsi ƒ pada
interval tertutup [a,b]. Dalam mencari luas daerah tersebut,
interval [a,b] dapat kita bagi menjadi banyak subinterval yang
lebarnya tidak perlu sama, dan kita memilih sejumlah n-1 titik {x1, x2, x3,..., xn
- 1} antara a dengan b sehingga memenuhi hubungan:

Himpunan
tersebut
kita sebut sebagai partisi [a,b], yang membagi [a,b]
menjadi sejumlah nsubinterval
.
Lebar subinterval pertama [x0,x1] kita
nyatakan sebagai Δx1, demikian pula lebar subinterval ke-i kita
nyatakan sebagai Δxi = xi - xi -
1. Pada tiap-tiap subinterval inilah kita pilih suatu titik sembarang dan
pada subinterval ke-i tersebut kita memilih titik sembarang ti.
Maka pada tiap-tiap subinterval akan terdapat batangan persegi panjang yang
lebarnya sebesar Δx dan tingginya berawal dari sumbu x sampai
menyentuh titik (ti, ƒ(ti))
pada kurva. Apabila kita menghitung luas tiap-tiap batangan tersebut dengan
mengalikanƒ(ti)· Δxi dan
menjumlahkan keseluruhan luas daerah batangan tersebut, kita akan dapatkan:

![[x_0, x_1], [x_1,x_2], \ldots, [x_{n-1}, x_n]](file:///C:/Users/HOME/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image068.gif)

Penjumlahan Sp disebut
sebagai penjumlahan Riemann untuk ƒ pada interval [a,b]. Perhatikan
bahwa semakin kecil subinterval partisi yang kita ambil, hasil penjumlahan
Riemann ini akan semakin mendekati nilai luas daerah yang kita inginkan.
Apabila kita mengambil limit dari norma partisi
mendekati
nol, maka kita akan mendapatkan luas daerah tersebut.

Secara cermat, definisi integral
tertentu sebagai limit dari penjumlahan Riemann adalah:
Diberikan ƒ(x)
sebagai fungsi yang terdefinisikan pada interval tertutup [a,b].
Kita katakan bahwa bilangan I adalah integral tertentu ƒ di
sepanjang [a,b] dan bahwa I adalah limit dari
penjumlahan Riemann
apabila
kondisi berikut dipenuhi: Untuk setiap bilangan ε > 0 apapun terdapat sebuah
bilangan δ > 0 yang berkorespondensi dengannya sedemikian rupanya untuk
setiap partisi
di
sepanjang [a,b] dengan
dan
pilihan ti apapun pada [xk -
1, ti], kita dapatkan




Secara matematis
dapat kita tuliskan:

Apabila
tiap-tiap partisi mempunyai sejumlah n subinterval yang sama,
maka lebar Δx = (b-a)/n, sehingga persamaan di atas
dapat pula kita tulis sebagai:

Limit ini selalu
diambil ketika norma partisi mendekati nol dan jumlah subinterval yang ada
mendekati tak terhingga banyaknya.
Contoh
Sebagai
contohnya, apabila kita hendak menghitung integral tertentu
,
yakni mencari luas daerah A dibawah kurva y=x pada
interval [0,b], b>0, maka perhitungan integral
tertentu
sebagai
limit dari penjumlahan


Riemannnya
adalah 

Pemilihan
partisi ataupun titik ti secara sembarang akan
menghasilkan nilai yang sama sepanjang norma partisi tersebut mendekati nol.
Apabila kita memilih partisi P membagi-bagi interval [0,b]
menjadi n subinterval yang berlebar sama Δx = (b - 0)/n = b/n dan
titik t'i yang dipilih adalah titik akhir kiri
setiap subinterval, partisi yang kita dapatkan adalah:



Seiring
dengan n mendekati tak terhingga dan norma partisi
mendekati
0, maka didapatkan:


Dalam
prakteknya, penerapan definisi integral tertentu dalam mencari nilai integral
tertentu tersebut jarang sekali digunakan karena tidak praktis. Teorema
dasar kalkulus memberikan cara yang lebih praktis dalam mencari nilai
integral tertentu.
Contoh Soal :
2. Jika Diketahui :
Jawab,
3. Jika Diketahui :
Jawab,
4. Jika Diketahui :
Jawab,
Komentar
Posting Komentar